Minggu, 08 Juni 2025

Menyembah Karena Cinta: Catatan Spiritualitas dari Gus Ahmad Kafa

Seminar Nasional yang diselenggarakan pada tanggal 17 November 2022 di IAIN Ponorogo ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Milad UKM UKI Ulin Nuha. Acara ini menghadirkan Gus Ahmad Kafa sebagai pemateri utama, yang menyampaikan banyak insight mendalam seputar spiritualitas, iman, dan peran manusia dalam kehidupan modern dari perspektif keislaman. 

Dalam sebuah seminar nasional yang hangat dan penuh makna, Gus Ahmad Kafa menyampaikan banyak hal yang menggetarkan hati. Salah satunya adalah tentang cinta. Beliau berkata, “Salah satu perangai orang yang mencintai adalah seperti yang dicintai.” Kalimat ini sederhana, namun menyimpan kedalaman luar biasa. Semakin besar cinta seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, semakin tinggi pula kadar iman dalam dirinya. Cinta di sini bukan sekadar perasaan, melainkan dorongan jiwa untuk menjadi lebih baik, menyerupai yang dicintai dalam perilaku dan keyakinan.

Ibadah: Bentuk Syukur, Bukan Kebutuhan Tuhan

Gus Ahmad Kafa menegaskan bahwa perintah menyembah Allah bukan karena Allah membutuhkan penyembahan itu. Ibadah adalah cara kita diajari untuk bersyukur. Dalam Islam, syukur didefinisikan sebagai pengakuan atas nikmat dari Dzat Pemberi Nikmat dengan penuh ketundukan. Maka, kewajiban ibadah sejatinya adalah bentuk bimbingan, karena manusia pada dasarnya lemah dan mudah dilanda rasa malas. Tanpa aturan, bisa jadi manusia akan meninggalkan ibadah dan menjauh dari-Nya.

Pluralitas Manusia: Rahmat Bukan Masalah

Dalam pemaparan tentang penciptaan manusia, Gus Kafa menekankan bahwa manusia memang diciptakan berbeda-beda, baik dalam gender, agama, suku, maupun bahasa. Semua perbedaan itu bukan tanpa tujuan. Dalam Al-Qur'an disebutkan, “lita’arofu”, agar kalian saling mengenal. Perbedaan adalah pintu untuk membangun relasi, bukan alasan untuk saling menjauh apalagi bermusuhan.

Iman dan Hati: Jangan Menilai Hanya dari Tampilan

Gus Kafa juga menyinggung soal iman, yang erat kaitannya dengan hati. Karena letaknya di dalam dan tidak bisa dilihat secara dzohir (luaran), kita tidak berwenang menilai kadar keimanan seseorang. Itu adalah hak mutlak Allah, bukan kita. Maka, penting untuk menjaga lisan dan prasangka.

Mengenal Rasul Tanpa Bertemu

Salah satu hal menarik yang disampaikan adalah bagaimana rasa cinta bisa tumbuh bahkan tanpa pertemuan fisik. Sejarah Nabi yang disampaikan oleh para Habaib, misalnya, mampu menumbuhkan cinta mendalam kepada Rasulullah meski kita tak pernah bertemu langsung. Rasa hanya akan muncul dari hati yang "punya rasa", hati yang terhubung dengan kelembutan dan nilai-nilai.

Tentang Doa dan Hikmahnya

Gus Ahmad Kafa menjelaskan bahwa ada tiga bentuk hasil dari sebuah doa:

  • Langsung dikabulkan
  • Perlu proses dan waktu
  • Diganti dengan yang lebih baik karena yang diminta justru bisa membawa mudharat

Kita sering salah paham, menganggap doa yang belum terkabul sebagai bentuk penolakan. Padahal bisa jadi, Allah sedang melindungi kita dari sesuatu yang belum kita pahami.

Jangan Jadi Seperti Iblis

Dalam kehidupan, kita harus menjaga hati dari perasaan merasa lebih baik dari orang lain, "ana khairu minhu" (aku lebih baik darinya), yang dulu pernah diucapkan iblis dan membuatnya diusir dari surga. Sombong adalah racun hati yang tak terlihat, tapi sangat merusak.

Teknologi: Wasilah Ibadah di Era Modern

Gus Ahmad Kafa juga mengajak kita melihat sisi positif dari teknologi modern. Di zaman sekarang, teknologi bisa menjadi alat bantu untuk mendekat kepada Allah, di antaranya:

  • Al-Qur'an digital yang bisa dibaca di mana saja
  • Webinar dan kajian daring via Zoom dan Google Meet
  • Dakwah yang menjangkau banyak orang lewat media sosial
  • Kemudahan transportasi untuk ibadah haji dan umrah

Seminar ini menjadi pengingat bahwa spiritualitas bukan sekadar ritual, tetapi soal kesadaran dan cinta. Cinta kepada Tuhan, kepada sesama, dan kepada ilmu. Sebagaimana kata Gus Kafa, “Iman itu urusannya hati. Maka kuatkan hatimu dengan cinta dan jangan lelah bersyukur.”

0 comments:

Posting Komentar